dibalik LCTB 2012
Yuk kita lanjut cerita kemaren!
Postingan
terakhir kan tentang preparation ke bandung, sekarang gue mau cerita tentang
kisah selama perjalanan menuju bandung, dibandung, dan pulang dari bandung
sampai balik lagi ke cmbbs.
Jum’at, 3 february 2012, jam 9 pagi.
Gue prepare
semuanya mulai dari malemnya, belajar bareng winda, nisa, dan reva di kamar
205(kamar gue) sampe larut malem, gue sendiri masih lanjut belajar sampe jam 3
pagi, sedangkan mereka balik ke kamar masing-masing jam 1an. “malem ini harus
all out teman-teman! Selesein semua materi biologi! Besok pagi kita berangkat,
tidurnya di bis aja, sekarang belajar!” itu pesen gue buat grup gue.
Dimasjid
waktu lagi dzikir shalat shubuh, tiba-tiba nala nepok punggung gue.
“yu, jangan
lupa teks broadcast ya, hari sabtu kan ente gak ada tar ana yg gantiin”..
Mampus gue!
(dalem hati) haduh gimana ini??
“oh iya nal,
tar ana kasihin sebelum berangkat ke bandung, tenang-tenang : D”
Gue dengan
santainya berusaha buat bikin suasana hati gue tenang-tenang aja padahal lagi
huru-hara. Nyampe kamar langsung sibuk minjem buku public speakingnya
orang-orang, siapa tau ada tema bagus buat gue jadiin tema broadcast. Tiba-tiba
gue inget sesuatu… bentar lagi kan maulid, biasanya di buku pidato 3 bahasa itu
ada pidato maulid gitu kan? Yaudah deh gue langsung minjem itu buku ke si ayus,
langsung serrrr~ nyalin. beres. Jam 7 gue ke maja buat ngasihin itu buku
Emerald Pink ke nala. Tanpa harus dicek ke qismul lugoh dulu. Hihihi.
Jam 9 kita berangkat dari sekolah ke cikole naik mobil bu eti. Dari
cikole kita naik bis ke serang. Biar gampang dapetin bis ke bandung, kita
berhenti di depan kampus untirta. duduk-duduk di halte bis nunggu lama banget
bisnya gak dateng-dateng..
Kisah ibu Masnah dan ibu Masinah
dimulai dari sini,
Di halte
itu, terduduk dua orang ibu tua yang sangat renta, ibu satu memakai baju kemeja
biru yang sudah usang, matanya buta, kurus sekali, tingginya mungkin sebahuku,
dan yang aku ingat ia memakai sandal jepit yang sudah tipis dan kotor, ibu yang
satu lagi memakai baju merah muda yang sama usangnya, ia tidak buta duduk
disamping ibu yang buta tadi. Keduanya memakai tutup kepala yang biasa
digunakan nenek-nenek. Ibu yang buta itu meminta-minta pada setiap orang yang
lalu-lalang dihadapannya, ia mengemis dengan suara yang lirih sambil membawa
mangkuk plastik yg masih kosong berharap ada dari ratusan mahasiswa dan
orang-orang yang melewati halte itu untuk membagi sebagian rezekinya kepada
mereka. Iba aku melihatnya, aku pun memasukan selembar uang ke mangkuk itu. Tak
seberapa, tapi aku tau betul kalau ibu itu senang, wajahnya yang sumringah dan
bahagia langsung mengepal uang kertas yang aku taruh dimangkuk itu. Ia tak
mungkin tau berapa nilainya, karena ia buta. Menjerit, ya, aku menjerit melihat
keadaan ini, saat itu juga aku bertanya-tanya pada Allah SWT kenapa Engkau
biarkan ibu yang buta ini menderita di masa tuanya?? Aku duduk didepan ibu buta
itu, memperhatikan setiap lekuk wajahnya, kulitnya yang keriput, urat-urat yg
menonjol, komedo yang menumpuk diwajahnya, dan kelopak mata yang telah
kehilangan bola mata. Mungkin ibu yang buta itu tidak tau kalau aku
memperhatikannya, tapi Ibu yang ada disamping ibu buta itu tau dan tersenyum
padaku. Lalu ibu yg duduk disamping ibu buta itu berkata kepadaku, “ini adikku, ia buta, ia
tak memiliki keluarga selain aku, setiap hari kami berdua duduk disini,
mengemis, tak ada yang bisa kami lakukan karena kami sudah sangat renta, dulu
ia bisa melihat, ia menjajakan kue buatannya sendiri dari rumah ke rumah di
wilayah Jakarta, tapi kencing manis yang dideritanya menyebabkan ia harus
kehilangan matanya, seorang dokter yang melakukannya tidak bertanggung jawab,
lalu ia dibawa ke serang dan hidup seperti ini sampai sekarang” ucapnya.
Aku semakin
merinding mendengar ceritanya. Ibu yang buta itu bernama Masnah, kakaknya
Masinah. Ibu Masnah bercerita padaku, dulu ia mempunyai seorang anak perempuan,
tapi sayang anaknya meninggal saat masih kecil, dan sekarang ibu sendirian,
gelap. Saat menceritakan itu aku melihat matanya yang kecil menitikan air mata.
Aku usap air matanya. Aku bilang, “ibu, jangan menangis, aku disini anak ibu,
anak ibu yang disana sedang mendoakan ibu selalu, jadilah ibu yang baik dan
tegar, sabar dan tawakal, karena Allah sudah mengatur hidup setiap manusia di
dunia ini” aku mengusap air matanya, membenarkan penutup kepalanya dan
memasukan rambutnya yang telah memutih kedalam tutup kepala itu.
Ibu Masnah
melanjutkan ceritanya… “dulu sewaktu di Jakarta ibu selalu makan buah-buahan,
tapi sekarang tidak pernah lagi”.
“ibu
sekarang lagi pengen buah apa?”
Ibu Masnah
menginginkan buah semangka, tapi sayang buah semangka tidak ada, aku tidak
menemukan buah semangka di sekitar untirta. Aku kembali ke halte dan berjanji
pada bu Masnah, “ibu, kalau kami menang lomba LCTB di Bandung, aku pasti akan
kembali kesini membawa buah semangka yang banyak”. Aku usap pipinya dan
memijati tangannya. Aku tidak peduli orang yang melihatku dengan anehnya. Saat
itu yang ada difikiranku hanyalah aku dan ibu Masnah.
Waktu
menunjukan pukul 12 siang, hujan datang dengan derasnya mengguyur kampus
Untirta. Aku berusaha menutupi bu Masnah dari percikan air hujan. tasku
kehujanan.
Bis datang
pukul setengah 1 siang, aku pamitan kepada ibu Masnah dan Masinah. Aku meminta
agar mereka mendo’akan kami dalam
perlombaaan ini.
Sebelum aku
menaiki bis itu, aku mengucapkan sesuatu kepada ibu Masnah dan Masinah..
“ibu, kalaupun aku tidak menang di LCTB, aku
tidak akan kecewa, karena aku menemukan sesuatu yang lebih bernilai dibanding
piala LCTB, yaitu nilai kehidupan yang aku temui hari ini, ibu Masnah, ibu
Masinah, telah membuka satu sisi
kebesaran Allah yang tidak aku ketahui, bahwa Allah masih menyayangi hambanya
dengan memberikan hati yang baik kepada ibu berdua, walaupun keadaan seperti
ini, ibu harus tetap sabar, tawakal, dan jangan berhenti berdoa pada Allah
SWT”.
Aku pamit,
aku cium tangannya yang sangat keriput, dan Assalamu’alaikum, aku meninggalkan
halte menuju bis..
*Kalian tau, dari awal melihat mereka
berdua, aku terbayang-bayang ibuku yang sangat aku sayangi di rumah, bagaimana
jika ibuku, ataupun aku menjadi seperti itu nanti?? Wallahu a’lam bishowwab.
Yups, ini
gue lagi.
Haha.
Lo tau? Bis
yang kita tumpangin mogok ditengah-tengah jalan tol di senayan. Gila, AC mati,
bikin macet, panas, lama, kacau lah -.- ada kali sejam setengah mah kita kaya
gitu. Untungnya service bis cepet dateng dan Alhamdulillah bis jalan normal
lagi. Nyampe bandung jam 6 magrib, kita sholat di mesjid UPI, gede banget
mesjidnya, keren : D
Dari situ
gue langsung ke kosannya ukhti widya dibelakang kampus UPI. Gue tepar
semaleman, udah ngga connect buat belajar lagi. Besok adalah harinya, teman!
Tujuan kita dateng jauh-jauh ke bandung adalah untuk ini, untuk berlomba, dan
menang! Perlombaan itu cuma dua, menang atau kalah. Kalau kita ngga menang ya
kita kalah. Ngga ada tuh yang namanya nyari-nyari pengalaman doang. Grup gue
berharap bgt soal yang keluar besok kaya soal seleksi wilayah, tapi ternyata...
hohoho o.o gampang sih sebenernya, sayang kita gak bisa nangkep soal yg
b.inggris, pembaca soal ngomongnya sih jelas, tapi kesempatan buat mikir cuma
dikasih waktu 30 detik doang : (
Sabtu, 4 Februari 2012
Hari ini gue
hancur. Berantakan. (???)
Semua grup
dari cmbbs kalah perang, kita mutlak kalah dari SMA beken di bandung. Dari 60
peserta diambil 12 besar buat lomba cepat tepat, dan gak ada satupun dari kita yang
masuk. Gue masih ngga percaya sebenernya, kenapa sih cmbbs ngga pernah masuk 12
besar. Padahal kita udah berusaha. : ( gue malu, harus ngomong apa sama
temen-temen di sekolah?? Mending tahun depan ngga usah ikut aja lah dari pada
kalah terus mah, malu-maluin aja, nyusahin guru aja. Gue ngerasa bersalah
banget karena ngga bisa ngelolosin cmbbs ke babak selanjutnya. Maaf banget
cmbbs, kali ini gue kalah lagi. Gue yakin, semua ini pasti ada hikmahnya. Ngga ada
sesuatu yang sia-sia di dunia ini kalau kita berfikir. Allah punya seribu cara
buat nunjukin kebesaran-Nya, Allah punya seribu cara buat bikin aku bahagia dan
bangga terhadap diriku sendiri.
to be continued..
Komentar
Posting Komentar