another story about him


Malam baru saja mengulas senyum. Dingin menyengat menyelimuti. Jemariku masih menari diatas tuts keyboard laptop. Memilih huruf demi huruf menjadi sebuah rangkaian kata. Sebagai hasil dari kolaborasi emosi dan rasioku.

Sesekali aku menguap. Pertanda kantuk menyapa. Menundukan kelopak mata. Aku terkulai di atas meja belajar dibawah tatapan screen laptop yang tetap menyala. Kedua tanganku terkulai di atas meja. Namun, pikiranku melayang jauh kesana. Ke suatu masa dimana sangat kurindukan masa itu. Tidak! Tapi suatu masa yang aku inginkan, karena tak pernah aku hampiri masa seperti itu..

“Neng, bangun, sholat subuh dulu.” Suaranya parau sambil mengelus lembut rambutku, suara bapakku.

“Emang udah jam berapa, pak?,” tanyaku sambil melek sebentar, berbalik dan merem lagi.

“Setengah lima neng, ayo bangun, sholat subuh dulu yuk” katanya sambil menggendongku. Tanpa menunggu wajahku segar dan sadar sempurna, Ia menggendongku hingga depan kamar mandi.

“PRAK..!!!” tempat pensilku terjatuh, aku sontak terbangun. Ternyata itu hanya mimpi, hanya mimpi tentang masa kecil. Aku langkahkan kakiku menuju kamar mandi. Tak ada yang menggendongku.

Ada segumpal keprihatinan yang mengganjal pembuluh darahku di otak. Semestinya tidak begini. bapaklah yang mestinya mendidik dan menemaniku tumbuh. Bukan ibu, bukan pula kedua kakakku.

Bapaklah yang semestinya yang mengajarkanku alif ba ta dan a b c d. Bapaklah orangnya yang harus mengajarkanku mengenal Tuhannya. Bapaklah orangnya yang mestinya menjelaskan segala fenomena dunia ini. Kepada hewan, tumbuhan, dan alam. Bapaklah yang seharusnya menasihatiku ketika aku salah. Bapaklah seharusnya memberikan solusi dan jalan keluar ketika aku dalam masalah. Bapaklah yang semestinya mengarahkan masa depanku, bertanggung jawab atas pendidikanku selama ini. Harus kemana aku kini? Terombang-ambing dalam pilihan kakak-kakakku. Aku hanya diam. Diam saja. Tak bisa kuungkap isi hatiku pada mereka.

Bapak tak ada disini. Waktunya habis dimakan bekerja, mengajar anak-anak muridnya, memimpin dan mengatur pegawainya. Bapak sibuk dengan pekerjaannya dan meninggalkanku tumbuh dan berkembang  sendiri tanpa kehadirannya. Hingga kini bapak terkulai sakit di tempat tidur, memanggil satu persatu anaknya untuk hadir.

Ustadzah di sekolahku pernah bilang, anak sholehah itu anak yang bisa mengerti keadaan orangtuanya. Aku ingin menjadi anak sholehah. Tapi aku capek, aku bosan. Harus ‘mengerti’ dari awal pertama otakku mampu mengingat memori masa kecil, hingga kini.

Kalimat sayang dan segumpal materi tak mampu menggantikan kehadirannya. Dan, waktu yang terhempas, tak mungkin lagi bisa aku ulangi. Tak bisa terganti dengan apapun. Termasuk hembusan nafasku di tahun ke-18 ini.

Aku bingung. Seolah menjadi pemeran yang tak mengerti alur cerita ini, tak ada yang tahu endingnya seperti apa. Bapak punya tanggungjawab yang harus ia pikul. Aku yakin bapak ingat padaku, bapak mendoakanku, bapak sayang padaku, ibu dan kedua kakakku.

Tak terasa, tanganku yang kutelungkupkan dibawah wajah basah. Saat kutegakkan badan, air mata menganak sungai. fikiran kembali dipenuhi oleh rasa bersalah. “Robbana Ya Allah, ampunilah dosa-dosa bapakku yang tak mampu mengemban amanah yang engkau berikan. Lindungilah bapakku. Aku yakin ia telah menyerahkan sepenuhnya peran dan tanggung jawab seorang bapak pada kedua kakakku. Ya Allah ya Tuhanku, jadikanlah, bapakku penolong agama-Mu, jadikanlah ia imam yang baik di akhirat kelak .”

Aku merindukannya, sangat merindukannya ya Allah :’(
Saat-saat seperti ini, saat aku tak bisa mengungkapkan isi hatiku pada siapa pun, saat aku tak bisa memilih masa depanku sendiri :’(

Aku menarik nafas. Disela kebimbangan ini aku teringat ibuku, badannya yang sudah renta. Dengan tangan dan keringatnya sendiri menghidupiku selama ini. Kakak-kakakku, yang sementara ini bertugas selayaknya ‘bapak’ untukku.  Aku tak boleh egois, yakin, bahwa Allah lah yang bertanggung jawab atas setiap hal kecil yang terjadi dalam hidupku, aku pasrahkan pada-Mu ya Rabb, aku yakin, pilihan-Mu adalah yang terbaik untukku..

Seperti kata penyair Kahlil Gibran, anak bagai busur panah yang meluncur deras menuju takdirnya. Aku pun akan berlari menuju alunan takdir hidupku. Dan, disela-sela ketidakmampuannya, aku yakin, bapak masih berharap busur panahku bisa melesat manis dalam aliran Tuhannya, Allahu Rabb. Tentu, aku melangkah dengan panduan ibu dan kakak-kakakku, aku yakin, doa bapak selalu mengiringi langkahku.

Ya memang seharusnya aku mengerti, mengerti atas kondisi yang ku alami. Beginilah hidup. Aku dituntut untuk berfikir lebih dewasa dibandingkan teman-temanku yang lain, tapi hidup siapa yang tahu? Kadang pelajaran berharga kuambil dari kisah hidup beberapa temanku di sekolah. Belajar..belajar..belajar.. belajar bukan hanya untuk mendapatkan nilai A saja, ada pelajaran yang tak kau dapati kalau kau diam saja, pelajaran kehidupan namanya. Membuatmu lebih kuat dan tahan terhadap kerasnya kehidupan!

“Kuatkanlah bapakku atas sakitnya ya Allah, bahagiakanlah ia di hari tuanya, limpahkanlah karunia-Mu untuknya, bukakanlah pintu hati anak-anaknya agar selalu mendoakan bapak ibunya, semoga bapak, ibu, kita semua mendapatkan akhir yang baik, kematian yang baik, dan surga, sebaik-baiknya tempat kembali. Amiin..”



 Capaea

Komentar

  1. Infiniti Pro Rainbow Titanium Flat Iron Plated
    This men\'s titanium wedding bands product is raft titanium currently in stock 2013 ford focus titanium hatchback and unavailable. SKU: 9900028 Category: Toys titanium razor & Games. $99.00 · ‎In stock titanium nose jewelry

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer